Meningkatkan penggunaan tembakau dari dalam negeri sebagai bahan utama pembuatan rokok
SEPUTARINFO.COM - “Aturlah ide layaknya anak kecil yang habiskan waktu mereka saat belajar, jadilah penuntut ilmu selama kau masih memiliki sesuatu untuk dipelajari, dan hal ini akan menjadi tujuan seluruh hidupmu”. Begitulah kata mutiara. Saya Ilham Ramadhan Nur Ahmad.
Saya heran dengan anak muda zaman sekarang, tidak banyak
anak muda yang berani menanggapi masalah tembakau di Indonesia. Padahal banyak kegiatan yang berhubungan
dengan pengendalian tembakau di Indonesia. Tetapi, tidak ada yang mau
mengikutinya dengan berbagai alasan.
Padahal Negara Indonesia adalah salah satu produsen dan konsumen
produk olahan tembakau (rokok) terbesar di
Asia maupun dunia. produksi tembakau di Indonesia menempati peringkat
kelima terbesar di dunia dengan total produksi 167 ribu ton daun tembakau pada
tahun 2015. Dan Indonesia juga menempati peringkat keempat terbesar di dunia
dalam mengonsumsi rokok. Tingginya konsumsi rokok di Indonesia telah memberikan
keuntungan besar bagi perusahaan rokok. Akan tetapi, bagaimana dengan
kesejahteraan dan kondisi petani tembakau di Indonesia?
Tingginya konsumsi rokok di Indonesia adalah salah satu
faktor dimana perusahaan rokok meingkatkan produksinya. Yang berujung
memerlukan tembakau yang lebih banyak dari biasanya sebagai bahan baku
pembuatan rokok. Akan tetapi, permasalahannya perusahaan rokok di Indonesia
cenderung memanfaatkan tembakau impor dari pada tembakau lokal yang diproduksi
dari dalam negeri, sehingga mengakibatkan importasi tembakau terus meningkat
dan penggunaan tembakau lokal semakin menurun.
Oleh karena itu, pengendalian
produksi tembakau tidak dapat dipisahkan dari pengendalian produksi dan
konsumsi rokok, mengingat permintaan tembakau merupakan permintaan turunan dari
permintaan rokok. Sehingga pengendalian produksi tembakau harus dimulai dari
pengendalian produksi rokok. Pengendalian produksi tembakau dilakukan sejalan
dengan pengendalian produksi rokok dan diikuti penyeimbangan antara penawaran
dan permintaan tembakau.
Dengan
demikian, pengendalian produksi tembakau akan “lebih mudah dilakukan” bila
tanaman alternatif tembakau yang dikembangkan, memberikan pendapatan lebih
tinggi sekaligus “perlindungan kesehatan dan lingkungan” bagi petani dan
keluarganya. Kebijakan produksi, perdagangan, dan importasi komoditas tembakau
harus dirumuskan dengan baik sehingga berperan optimal dalam pemenuhan kebutuhan
bahan baku industri rokok di dalam negeri dan peningkatan kesejahteraan petani
dan keluarganya.
Pencapaian
tujuan ini tidak bisa diserahkan begitu saja kepada mekanisme pasar, tetapi
harus didukung kebijakan, program, dan tindakan nyata pemerintah. Kesejahteraan
petani tidak hanya diukur dengan materi, seperti tingkat pendapatan, tetapi
juga diukur dengan faktor nonmateri lainnya.
Petani
tembakau sering kali dihadapkan pada berbagai masalah yang berpotensi
menimbulkan kerugian bagi dirinya sendiri ataupun bagi masyarakat dan
lingkungan di luar dirinya (eksternalitas). Efek luar dapat berupa keracunan
pestisida ketika penyemprotan tanaman, kerusakan lahan akibat penggunaan bahan
kimia berdosis tinggi, serta ketidaktahanan pangan. Efek dalam lebih beragam, seperti
pencemaran tanah dan air, deforestasi, perubahan iklim, juga ketidaktahanan
pangan secara meluas di masyarakat.
Kedua
jenis dampak itu berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan petani tembakau
dan masyarakat. Karena itu, pola pengusahaan tembakau yang dapat meningkatkan
manfaat dan menekan berbagai dampak negatif dari tanaman tembakau perlu terus
dikembangkan. Agar tujuan tersebut dapat terlaksana, ada beberapa program yang
harus dikembangkan, baik pemerintahan pusat maupun pemerintah daerah.
Pertama, pemerintah mengendalikan dan menurunkan produksi
rokok serta mengatur ketat promosi, sponsorship, perdagangan dan konsumsi rokok
sehingga menjauhkan masyarakat dari risiko bahaya kesehatan dan lingkungan,
seperti diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012. Dasar kebijakan
ini mempertimbangkan asas manfaat dan mudarat konsumsi rokok, yang mudaratnya
jauh lebih besar daripada manfaatnya.
Kedua,
sebagai konsekuensi poin pertama, pemerintah harus mengendalikan produksi
tembakau. Pengaturan ini disesuaikan dengan target pengendalian produksi rokok,
target pembatasan impor tembakau, serta target luasan area konversi tanaman
tembakau menjadi tanaman alternatif tembakau.
Ketiga,
pemerintah harus mengembangkan kebijakan perdagangan, terutama terkait importasi
tembakau. Pemerintah perlu membatasi impor tembakau bersama-sama pengusaha
industri rokok, petani, dan stakeholder (kelompok
yang berhubungan) lainnya. Pembatasan impor tembakau ini diperlukan dalam
mendorong substitusi impor tembakau. Mekanisme bukti serap, sebagaimana yang
pernah diterapkan pada komoditas susu pada era 1980-1990-an, dapat
diimplementasikan untuk mencapai tujuan tersebut. Mengingat, volume impor
tembakau Indonesia masih cukup tinggi, maka rasio volume impor tembakau dan
volume penyerapan tembakau produksi dalam negeri harus dilakukan dengan cermat,
didasarkan pada estimasi volume produksi tembakau lokal dan volume kebutuhan
tembakau pabrik rokok.
Keempat,
pengembangan secara konsisten program pengintroduksian komoditas alternatif tembakau.
Ini perlu didukung program pemerintah dalam memanfaatkan secara sinergi dana
bagi hasil cukai hasil tembakau dan dana pajak rokok daerah. Apalagi,
produktivitas tanaman alternatif dan pendapatan petani umumnya turun pada
periode awal setelah konversi. Pengalaman konversi tanaman tembakau di Klaten
dan Magelang perlu dipelajari dan disempurnakan serta direplikasikan ke daerah
lain di Indonesia.
Kelima,
pengembangan pendekatan agrobisnis tembakau secara terpadu dalam mempercepat
peningkataan pendapatan dan kesejahteraan petani yang mengonversi tanaman
tembakau menjadi tanaman alternatif, ataupun yang masih mengusahakan tembakau.
Jenis-jenis tanaman alternatif yang bisa dikembangkan cukup beragam, baik dari
jenis tanaman pangan, palawija, maupun hortikultura yang terbukti memiliki
keuntungan relatif sama atau bahkan lebih tinggi daripada pendapatan tanaman
tembakau. Program ini mencakup juga pemberdayaan sumber daya petani, sehingga
mereka mampu menerapkan praktik-praktik pertanian yang benar, efisiensi
pengaplikasian bahan kimia, baik pupuk maupun pestisida dan herbisida, serta
konservasi sumber daya lahan dan air.
Terakhir,
diversifikasi pengolahan komoditas tembakau menjadi produk olahan nonrokok.
Untuk mendukung program ini, pemerintah perlu memberikan insentif kepada
perusahaan yang melakukan pengolahan daun tembakau menjadi biopestisida, bahan
pewarna, atau lainnya. Dengan program ini, petani memiliki alternatif dalam
memasarkan tembakaunya sehingga berpotensi meningkatkan harga jual tembakau petani.
Dengan dilaksanakannya program - program tersebut, manfaat ekonomi dari
tembakau dapat ditingkatkan. Lebih penting lagi, potensi-potensi bahaya yang
mengancam kesehatan masyarakat dan lingkungan juga bisa ditekan sehingga secara
bersama-sama diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani tembakau dan
masyarakat secara berkelanjutan.
Sumber: SEPUTARINFO.COM ( https://seputarinformasididunia.blogspot.com/ )
0 Response to "Meningkatkan penggunaan tembakau dari dalam negeri sebagai bahan utama pembuatan rokok"
Post a Comment