Memberdayakan Penyandang Disabilitas
SEPUTARINFO.COM - Setiap orang yang terlahir ke dunia
ini pasti mengharapkan menjadi individu yang sehat dan utuh tanpa kekurangan
satu pun dari bagian tubuhnya. Keadaan yang sehat tadi akan berubah ketika
seseorang kehilangan salah satu anggota tubuhnya baik karena kecelakaan maupun
karena sebab lain. Anggota keluarga juga banyak yang merasakan kekhawatiran
terhadap anggota keluarga lain yang menjadi penyandang disabilitas, khawatir
tentang masa depan dan kondisinya kelak.
Maka
dari itu, 3 Desember merupakan hari yang selalu dikenang oleh dunia yang penuh
dengan keberagaman tanpa adanya perbedaan. Pada waktu tersebut pula, waktu yang
dinantikan oleh banyak orang didunia, karena hari tersebut ialah Hari
Disabilitas Internasional. Hari tersebut diperingati dengan tujuan meningkatkan
kesadaran tentang isu-isu kecacatan, hak-hak fundamental para penyandang
disabilitas dan integrasi para penyandang disabilitas di dalam setiap aspek
kehidupan seperti, aspek sosial, politik, ekonomi dan status budaya masyarakat.
Disabilitas
dapat dimaknai dengan berbagai sudut pandang. UU No. 19 Tahun 2011 tentang
Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas menyatakan Disabilitas merupakan
orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam
jangka waktu yang lama, dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap
masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi
penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak. Berdasarkan data dari WHO, jumlah
penyandang disabilitas di seluruh dunia mencapai angak 15% dari total populasi
dan 2-4% diantaranya mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi tubuhnya.
Sementara total penduduk dunia saat ini berdasarkan Worldometer, sekitar 7,53
miliar jiwa, itu berarti sekitar 1,1 miliar jiwa hidup dalam berbagai macam
bentuk kelainan tubuh atau mental yang berbeda.
Saat ini, setiap negara memiliki warga
negaranya yang menyandang status disabilitas terkhusunya negara-negara
berkembang dan keadaan ekonomi yang rendah. Menurut laporan WHO menyebutkan,
80% dari jumlah penyandang disabilitas didunia berada di kalangan negara-negara
berkembang, anak-anak mengambil porsi sepertiga dari total penyandang
disabilitas dunia. Terkhusunya negara Indonesia jumlah penyandang disabilitas
berjumlah 20 juta jiwa atau hampir 10% dari total populasi penduduk. Sedangkan
menurut Bank Dunia, 20% dari penduduk termiskin didunia adalah kalangan
penyandang disabilitas.
Di
Indonesia, penyandang disabilitas mengalami berbagai tantangan antara lain
masalah ekonomi dan sosial yang menghambat mereka dalam mendapatkan pendidikan
ataupun pekerjaan. Penyandang disabilitas kerap mendapat tekanan dari lingkungan
sekitar yang bahkan dimulai dari keluarga sendiri. Seringkali lingkungan
keluarga tidak memiliki ataupun menanamkan keyakinan bahwa penyandang
disabilitas juga dapat berkembang dan mengenyam pendidikan. Keluarga yang
seharusnya menjadi pemberi motivasi dan memahami kondisi anggota keluarganya
yang menjadi penyandang disabilitas justru tidak mendukung tumbuh kembang penyandang
disabilitas tersebut. Jadi, pemberdayaan seharunya mampu menjangkau mindset
anggota keluarga yang nondisabilitas agar mampu mendidik dan memahami dengan
benar anggota keluarganya yang menjadi penyandang disabilitas.
Penyandang
disabilitas tidak untuk dibedakan, karena semua penyandang disabilitas adalah orang
yang memiliki hak yang sama dengan orang lain. Akan tetapi, pandangan terhadap
penyandang disabilitas nyaris terbalik, mereka yang selayaknya mendapatkan hak
mereka sama dengan yang lain, tapi mereka diasingkan, dikucilkan, dan
direndahkan. Permasalahan yang berlangsung hingga kini adalah penyandang
disabilitas rentan menerima kekerasan dan perlakuan diskriminasi. Sebagian
besar dari penyandang disabilitas tidak diberikan hak untuk memperoleh
kehidupan yang layak yang seperti orang biasa lainnya. Penyandang disabilitas
masih belum mendapatkan hak mereka seperti kesataraan hukum, pendidikan,
pekerjaan, dan fasilitas pendukung lainnya.
Menurut
Angkie Yudistia, pendiri Thisable Enterprise sekaligus staf khusus presiden
mengatakan, “sudah waktunya disabilitas bukan kelompok minoritas, tetapi kita
dianggap setara.” Memang sudah saatnya para penyandang disabilitas dianggap
setara, karena mereka butuh yang namanya persamaan bukan perbedaan yang menimbulkan
belas kasihan (charity). Hingga banyak pandangan publik terhadap penyandang
disabilitas yang cenderung berbasis belas kasihan. Dikarenakan, para penyandang
disabilitas selalu dilihat dengan sebelah mata, sehingga berakibat terjadinya
belas kasihan terhadap penyandang disabilitas di mata publik sehingga kurang
memperdayakan penyandang disabilitas untuk terlibat di aktivitas sehari-hari.
Pada dasarnya, para penyandang disabilitas memiliki hak untuk menunjukan diri
kepada lingkungannya walaupun dengan kondisi yang terbatas.
Untuk
merubah pandangan publik terhadap penyandang disabilitas tidaklah mudah, karena
untuk membangun kesetaraan antara penyandang disabilitas dengan orang lain
tidak partisan, yang hanya melibatkan satu pihak saja. Semua kalangan harus
mempererat tekadnya untuk mewujudkan kesetaraan terhadap penyandang
disabilitas. Dalam segi lain, masyarakat pun harus sadar bahwa dalam lingkungan
sosial, mereka hidup secara berdampingan dengan para penyandang disabilitas.
Dikarenakan, dalam kehidupan sosial manusia tidak bisa hidup sendiri melainkan
membutuhkan orang lain (Aristoteles).
Maka
dari itu, mindset pandangan perbedaan terhadap penyandang disabilitas harus
dirubah, karena mereka juga sama dengan manusia lainnya. Pemerintah pun harus
bersikap aktif dalam pemberdayaan penyandang disabilitas dengan cara melibatkan
mereka sebagai subyek yang ikut merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi
sampai tahap evaluasi suatu kebijakan program, sehingga dapat berdampak positif
bagi penyandang disabilitas itu sendiri. Dikarenakan mereka yang tau bagaimana
cara meningkatkan kualitas hidup mereka.
0 Response to "Memberdayakan Penyandang Disabilitas"
Post a Comment